Sekolah.org

Go Back   Sekolah.org Ekstrakurikuler Sastra

Reply silakan bergabung untuk ikut diskusi :-)
 
Thread Tools
Old 2 May 2011, 11:34 PM   #1
Q_aini
Junior Member
 
Bergabung: May 2011
Location: Bandung
Posts: 4
Q_aini is on a distinguished road
Wink cerpen (Sahabat Selamanya)

hai.. saya sedang belajar membuat cerpen
bagi yang sudah baca saya ucapkan terimakasih, dan dimohon kritikan dan sarannya ya! sekali lagi terimakasih..

Sahabat Selamanya

Akhirnya setelah sibuk dengan tugas yang menumpuk dan Ujian Semester yang berakhir dengan pembagian rapot semester awal di sekolah baruku, aku bisa berlibur dan pulang ke rumah dengan membawa nilai yang cukup membanggakan untuk semester awalku, yang sekaligus berhasil membawa aku memasuki jurusan IPA –jurusan yang aku cita-citakan sejak SMP-.
Setelah lulus SMP enam bulan yang lalu, aku berhasil mewujudkan impianku untuk masuk ke SMA unggulan yang aku dambakan, tentulah itu merupakan hal yang sangat membanggakan bagi diriku dan keluargaku, dan atas doa mereka pulalah aku bisa berhasil. Tetapi dibalik itu semua, ada Sang Maha Mendengar, Maha Pengabul Doa, dan Maha Menentukan, Allah SWT. Sehingga tak bosan aku ucapkan syukur kepada-Nya. Atas izin dan kuasa-Nya lah, aku bisa mencapai cita-citaku. Karena jika tanpa itu, mustahil untuk mencapai ini semua meskipun beribu usaha dikerahkan, tapi tetaplah tidak akan berhasil tanpa kehendak-Nya.
Sebenarnya, letak SMA tersebut cukup jauh dari rumahku. Tapi itu tidaklah menjadi masalah, toh, di zaman modern ini ruang dan waktu sudah bukan menjadi penghalang lagi.
Aku memilih kost didekat sekolahku, setiap minggu atau hari libur aku pulang ke rumah. Tapi dibulan ini aku tidak pulang, karena memiliki banyak tugas yang harus segera diselesaikan menjelang Ujian Semester. Jadi tak heran, jika kali ini aku benar-benar tak sabar tiba di rumah dan melepaskan segala rindu, baik pada keluarga maupun sahabt-sahabatku.
Sintia, dialah sahabat yang sangat ingin ku temui, kita bersahabat sejak kecil, dan baru sekarang kita berpisah. Meskipun kita tetap berkomunikasi, tapi dua minggu ini dia tak ada kabar, memang satu minggu kemarin aku tidak terlalu bergelut denagn handphone karena ingin focus belajar untuk ujian, tapi selama dua minggu kebelakang sms ku tak ada yang dibalas, bahkan nombernya tidak aktif. Jadi, aku merasa benar-benar rindu padanya, walaupun ada sedikit kekesalan padanya. Tapi sudahlah, mungkin dia juga sedang sibuk dengan sekolahnya.
Setelah satu setengah jam perjalanan menggunakan angkot,akhirnya aku samapai juga di rumah yang ku rindukan ini. Semuanya menyambut dengan baik, apalagi ketika ku serahkan hasil belajar ku selama satu semester kepada kedua orangtuaku.
Tentulah hari ini sangat menyenangkan bagiku, karen bisa berkumpul kembalil dengan keluarga ku. Ditambah lagi, aku mendapat kabar dari ibu, bahwa besok ada acara “ngumpul bareng” bersama anak-anak kelas SMP ku. Sungguh aku menjadi tak sabar ingin bertemu mereka, terutama sahabat-sahabat dekatku, seperti Sintia –pastinya- , Ratna, Gesty, dan teman-teman yang lainnya.
Acara itu pula yang membuatku, mengurungkan niat untuk mengunjungi rumah Sintia pada hari ini. Aku pikir, besok mungkin lebih baik, agar bisa berangkat bersama, ditambah lagi hari ini aku merasa lelah karena perjalan tadi.

*keesokan harinya*
Tepat pukul 09.00 aku beranjak dari kamarku, pergi menuju gudang, menyiapkan sepeda yang terparkir cukup lama disana untuk aku gunakan pergi ke rumah Manisha –tempat diselenggaraknnya acara “ngumpul bareng”-. Tetapi sebelum itu, seperti niat hari kemari, aku akan pergi ke rumah Sintia terlebih dahulu.
Setelah semuanya sudah siap, aku segera berpamitan kepada ibu. Aku juga mengajaknya, untuk pergi ke rumah Sintia, karena tuturnya, Sintia maupun Ibunya beberapa minngu ini tidak berkunjung ke rumah seperti biasanya dan ibu pun belum sempat berkunjung ke rumah mereka. Tapi ibu menolak, karena ada beberapa pekerjaan kantor yang harus ia selesaikan.
Akupun segera berangkat, tak ingin terlambat dan melewatkan sedikit pun acara yang ku nanti-nanti itu.
Didalam perjalanan aku bertemu Ratna dan Gesty dengan menggunakan sepeda juga. Kami pun berangkat bersama, selama perjalanan kami bercengkrama seperti biasa, dan aku pun mengutarakan niatku untuk mengunjungi Sintia terlebih dahulu dan mengajukan pilihan kepada mereka untuk ikut atau tidak.
Tapi mereka tak menjawab, hanya saling berpandangan. Terdiam dan terdiam, tak ada jawaban. Bahkan kecerian mereka pun tampaknya hilang seketika. “Hey…” aku mencoba menyadarkan mereka kembali dengan sentakkan ku itu, dan menanyakannya lagi.
Tapi, bukannya jawaban, malah sepeda Gesty menepi, disusul sepeda Ratna, lalu aku, meskipun aku tidak mengerti kenapa harus menepi. Tapi tetap terdiam.
“Maaf, Sis..” tiba-tiba saja kata-kata itu memecah obrolan kami yang sedang membeku.
“Untuk apa?” Tanya ku penasaran kepada mereka.
Q_aini is offline  
Reply With Quote
Old 2 May 2011, 11:37 PM   #2
Q_aini
Junior Member
 
Bergabung: May 2011
Location: Bandung
Posts: 4
Q_aini is on a distinguished road
Wink cerpen (sahabat selamanya)

Setelah mendengar cerita Gesty, aku langsung mengayuh sepedaku dengan cepat meninggalkan mereka yang masih terdiam, aku yakin mereka pun akan mengerti dan memalumi sikap aku ini.
Cepat, cepat, dan lebih cepat lagi. Aku benar-benar ingin segera sampai ke rumah Sintia. Segala perasaan berkecamuk dalam hati dan pikiran. Sedih, menyesal, kesal.
Menyesal karena aku meninggalkan sahabat terbaikku dan tak ada disampingnya saat hari terakhirnya tiba. Kesal, karena tak ada satupun yang memberi tahukan kepadaku.
Baiklah, aku mengerti dan aku hargai pengertian mereka terhadapku, karena Sintia meninggal saat aku sedang melaksanakan ujian, dan mereka takut jika aku tak bisa berkonsentrasi. Memang benar, tapi cara mereka salah. Sintia sudah ku anggap saudara perempuanku, jadi bagaimanapun keadaanku baiknya mereka tetap memberitahukannya.
Tak terasa, butiran yang sedari tadi melapisi bola mataku, kini terjatuh juga. Tapi aku masih merasa ini adalah bagian dari mimpi burukku, tak percaya jika sahabatku itu sudah tidak ada, ingin rasanya aku cepat terbangun tapi ini bukan mimpi, ini nyata dan tak mungkin Gesty berbohong.
Kini terjawab sudah,mengapa Sintia tak menjawab sms dariku, dan tak berkunjung ke rumah seperti biasanya.
Hanya senyum simpul yang dapat ku persembahkan padamu, tak ada barang mewah yang dapat kau jadikan pengingat akan diriku. Hanyalah kisah, yang dapat mengingatkan kebersamaan kita. Kita yang selalu bersama, mencoba mengukir kisah indah, sayang itu tak banyak.
Maka maafkanlah daku, jika hanya kisah pahit yang dapat kau jadikan pengingat akan daku, bukan kisah indah yang terukir istimewa dihatimu…” Tiba-tiba aku teringat kembali SMS terakhirnya itu. “Tidak. Kamu salah. Bahkan terlalu banyak kisah indah yang kau berikan padaku. Tak ada kisah pahit yang membekas dihatiku karena mu. Karena kau memang sahabat terbaikku, selamanya. Takan pernah terlupa dan terganti.” ungkapku dalam hati. Sesalku kian bertambah, karena ketika itu aku tidak membalas kata maafnya tersebut.
Akhirnya aku samapi juga ke rumah sederhana Sintia yang terlihat sepi. Aku mengetuk pintu dengan pelan dan menghapus air mataku. Terdengar dari dalam sana, langkah kaki dan suara batuk yang berat. Krek… hendel pintu diputar, terlihat seorang wanita tua yang kurus dan pucat membuka pintu. “Ibu..” ucapku yang lebih mengarah pada diri sendiri. Aku segera mengambil tangannya lalu salam kepadanya. Tapi wanita itu, yang tak lain merupaka Ibunda Sintia menarik badanku, dan merangkul aku dengan erat. Terdengar beliau menangis. Aku yang sedari tadi berdiri dengan menahan air mataku karena tidak ingin menambah kesedihan kini lagi-lagi terjatuh, tak bisa ku tahan lagi. “Maafkan Siska, bu…” ucapku dalam pelukkannya.
Beliau melepaskan pelukannya dan memandangku dengan tatapan yang dalam oleh kedua mata sayu dan sembabnya, lalu menarik tanganku untuk segera masuk. Aku duduk dikursi rotan tua yang terletak disamping Ibu.
“Ibu yang sabar. Maafkan Siska karena tidak ada disini ketika Sintia pergi. Maaf bu.. Siska baru mendengar kabar ini.” Jelasku lemas tanpa ekspresi yang tetap menahan tangis.
Ibu menggeleng dan tersenyum padaku, namun senyum ini tak seindah dan seberseri dulu, walaupun masih terlihat lesung pipi dikedua pipinya. “Kamu tidak perlu meminta maaf, nak. Ibu tahu semuanya dari Sintia, dan Sintia juga yang meminta agar tak menghubungimu ketika dia sakit, karena kamu sedang ujian.” Aku tertegun mendengar itu.
Bukankah dulu ia yang meminta agar aku bisa ada disampingnya jika ia sakit, bahkan jika ia akan pergi selamanya? tapi sekarang dia melarang semua orang untuk memberitahukanku, hanya karena aku sedang ujian. Yaa masih teringat betul kisah itu olehku. Kenapa sintia, kenapa? Desak batinku yang penuh tanya, walaupun aku mengerti maksud dan keinginannya.

Tutur ibu, Sintia meninggal karena penyakit kanker hati yang dideritanya sejak SMP.
Lagi-lagi, kenapa aku tidak pernah tahu tentang itu? Kenapa ia tidak pernah menceritakannya? Dan tutur ibu pula, Sintia tidak pernah mengeluh akan sakitnya itu, menurutnya dia tak ingin lemah dan kalah hanya dengan penyakit. Ya, Sintia yang lembut tapi tak pernah ingin menyecewakan dan membuat khawatir orang lain, pekerja keras, pantang menyerah, dan ulet. Aku belajar banyak darinya.
Setelah ibu menceritakan semua. Aku meminta izin untuk masuk ke kamar Sintia, sekedar melepas semua rindu, meski takan dapat terobati.
Baru setengah aku membuka pintu, aroma parfum kamarnya masih tercium kental. “Aku rindu bau ini, dan aku sangat merindukanmu, Sintia.” Ucapku dalam batin yang masih saja bergeming pada kerinduan yang dalam.
Aku duduk dipinggir kasurnya yang rapi dengan berbalut seprai berwarna biru langit –warna kesukaannya- Disinilah, tempat kami berbagi canda tawa, disinilah kami saling menceritakan hal-hal pribadi dan menarik. Sekilas aku merasa Sintia masih ada diruangan ini, masih dengan senyum manis dan tawa bahagianya. Tak ada kesedihan dan tak ada kesakitan. Aku merindukan tawa itu, teramat sangat merindukan.
Buku kecil bersampul coklat dengan cover yang timbul terlihat tergeletak dimeja belajarnya. Aku coba membuka buku itu, didalamnya terdapat sebuah kertas yang dilipat dan terselip di halaman pertama. Tertulis “Untuk Sobat tersayangku, Siska” Lantas aku segera membacanya dengan beribu tanya dan rasa tak sabar.

Hai Siska apa kabar?
Siska, apakah hari ini, ketika kau membaca surat ku, aku masih berada dengan mu? Masih bisa melihat senyum indahmu? Masih bisa tertawa dan berbagi bersamamu? Sobat, aku sangat merindukanmu…
Sobat, apakah hari ini, ketika kau baca surat ini, kau tahu tentang ku? Tentang parasit yang menempel dalam diriku dan akan pergi membawa aku suatu hari nanti? Jika “ya”, maafkan aku, karena aku tak pernah mengatakan ini padamu. Aku rasa, cukuplah hanya aku yang merasakan sakit dan tekanan ini, tidak untuk orang-orang yang menyayangiku. Dan aku pun tak ingin berlindung didalam kesakitanku, karena mendapat belas kasihan orang karena umbaran parasitku. Sobat, aku harap kau mengerti.
Sobat, masihkah kau ingat tentang janji kita? Untuk selalu bersama dalam suka dan duka? Takkan pernah melupakan dan terlupakan, meski ruang dan waktu tak lagi berpihak.
Sobta aku mohon, berjanjilah tuk terakhir kalinya padaku. Agar kau, saat ku telah tiada, bisa menjaga ibuku tersayang, agaplah ia ibumu sendiri, dan aku mohon sobat, janganlah aku teteskan sedikitpun air matamu karena kepergianku.
Aku merindukanmu…
Maafkan semua salahku selama ini padamu. Terimakasih banyak atas semua kenangan indah yang kau berikan. Aku menyayangimu selamanya…
Love Sintia


Hampir kertas surat itu basah dengan air mataku, maafkan aku Sintia, aku tidak bisa menepati janji yang kau pinta agar tidak menangis. Aku takan bisa…
Tapi aku pasti bisa menjaga kepercayaanmu untuk menjaga ibumu, aku akan menyayanginya dan menjaganya, seperti yang ia lakukan dulu terhadapku.
Maafkan aku karena aku tak ada didekatmu ketika hari itu datang, seperti janji kita dulu. Aku tak bisa memberi kenangan terindah untukmu, maafkan aku.
Aku pun sangat merindukanmu. Dan kini, aku mengerti akan semua sikapmu.
Kau telah memberikankku banyak pelajaran terhadapku, untuk selalu tabah dalam menjalani hidup. Terimakasih kembali, sobat. Aku pun takan pernah melupakan dirimu.
Selamat tinggal….
Aku menyayangimu selamanya…..








#terimakasih bagi yang telah membaca
ditunggu komentar dan masukkannya
Q_aini is offline  
Reply With Quote
Old 3 May 2011, 01:53 PM   #3
ERIK
Junior Member
 
Bergabung: May 2011
Posts: 2
ERIK is on a distinguished road
Default

I like it,.
ERIK is offline  
Reply With Quote
Reply silakan bergabung untuk ikut diskusi :-)

Thread Tools


Similar Threads
Thread Thread Starter Forum Replies Post Terakhir
sahabat angelita Ngobrol apa saja 6 19 April 2012 07:18 PM
cari sahabat ryo Kenalan Yuk! 1 19 April 2012 07:13 PM
sahabat sejati angelita Ngobrol apa saja 17 5 November 2011 08:12 PM
sahabat kenalkan aceng tea Kenalan Yuk! 1 26 April 2011 08:57 AM
Jeritan hati seorang sahabat.. bLueLovers19 Sastra 0 21 March 2011 11:01 AM


Zona waktu GMT +7. Waktu saat ini adalah 02:55 AM.


Powered by vBulletin®
Copyright © Jelsoft Enterprises Ltd.