Sekolah.org

Go Back   Sekolah.org Ekstrakurikuler Sastra

Reply silakan bergabung untuk ikut diskusi :-)
 
Thread Tools
Old 3 January 2012, 08:24 AM   #1
Chaedar-R
Junior Member
 
Bergabung: Jan 2012
Posts: 5
Chaedar-R is on a distinguished road
Default Cerpen "Sang Pembunuh"

Inilah aku. Sendiri, kupandangi langit abu-abu. Kududuk di kursi yang sudah lama menghadap ke arah jendela itu. Awan-awan menutupi seluruh langit. Warnanya gelap. Air berjatuhan, membuat seluruhnya terlihat basah. Sebagian terciprat hingga mengenai wajahku.
Angin berhembus, menerpa kulit dan bekas cipratan tadi. Siang ini benar-benar terasa dingin. Rasa dingin itu menjalari tubuhku yang hanya terlindung oleh kaus putih ini.
Yang ada dibenakku, hanyalah masa lalu. Hilangnya orang yang kucintai. Aku tak habis pikir. Itu semua masih seperti mimpi. Sudah beberapa kali kucoba untuk melupakan takdir itu, tetapi, tidurku selalu mempertemukanku dengan wajah-wajah tulusnya.
Ayah dan Ibuku. Mereka dua orang yang memang membuatku kesal karena ocehan mereka. Tetapi aku yakin, sebenarnya mereka mencintaiku. Kehilangan mereka berdua sangat membuatku terpukul. Terlebih, mereka terbunuh di dalam kamarku. Hingga setelah satu bulan berlalu, setiap akan melesakkan tubuhku di kasur tempat tidur, aku selalu memandang lantai bekas tercecernya darah-darah mereka.
Aku harus keluar dari rasa duka yang terus menerus menguasai hidupku ini. Hanya pamanlah orang yang kupunya saat ini. Ia sangat baik, mungkin terlalu baik karena ia tahu tentang kebaikan kedua orang tuaku, padanya.
Hari-hariku telalu banyak merenung, melamun, dan sendiri. Semuanya sepi. Karena paman saat ini tinggal bersamaku, ia berusaha untuk menghiburku, dengan mencoba mengajak memainkan permainan-permainan komputer yang baru. Sayangnya tak kuhiraukan ajakannya.
“Rizky,” suara paman membuat lamunanku buyar, dan tak kusangka, langit telah berubah warna menjadi gelap gulita, tentunya air masih saling berjatuhan.
“Hai, Paman. Kau sudah pulang?” kurasa suaraku terdengar parau dan lesu.
“Seperti biasa, jam tujuh malam waktunya pulang kerja. Ini, aku membawakan nasi goreng untukmu.”
Ia menyalakan lampu ruangan, dan duduk di sofa abu-abu itu. Rambutnya terlihat basah dan mengkilat karena pantulan lampu ruangan ini.
Aku berusaha untuk mengumpulkan semua semangatku, dan beranjak dari kursi bodoh itu. Kursi yang selalu membuatku menjadi memikirkan kesedihan, dan selalu menawarkanku untuk mendudukinya. Dan yang lebih bodoh lagi, mengapa aku terpukau oleh kesuraman yang ditawarkannya?
Aku berjalan menuju sofa, dan duduk di sisi sofa paman. Ia telah membuka kedua bungkus nasi goreng beraroma menyenangkan itu, dan sendok yang ia letakkan di atasnya. Asap masih mengepul dari sela-sela makanan itu. Dan perutku semakin keroncongan.
“Apa kau bisa melakukan pekerjaan lain, selain memandangi langit hingga petang?”
Aku hanya memandangnya dengan datar, sambil meraih sendok itu, untuk mengambil nasi berwarna merah yang menggoda. Sesuap nasi telah mengisi mulutku yang terasa kering. Wow… rasanya sangat enak. Saus, cabai, telur, daging ayam cincang dan tentunya nasi, semuanya bercampur, memanjakan lidahku.
“Hai Riz, apa kau dengar yang aku tanyakan?” nadanya terdengar agak naik.
“Sedang aku usahakan.”
“Maksudmu?” ia mengernyit, dan wajah peduli itu selalu terpancar.
“Aku sedang mengusahakan untuk tak mengingat-ingat kejadian itu.” Suaraku terdengar datar, dan sekali lagi, sedikit parau.
“Itu sudah takdir, Riz. Kau tak perlu berlarut-larut dalam kesedihan. Doakanlah mereka, dan tetaplah bersekolah, tanpa selalu bergulat di dalam kesedihan.”
Aku terus mengecap, tetapi tanganku berhenti mengambil nasi itu. Kusandarkan punggungku di sandaran sofa ini. Terasa empuk dan nyaman. Punggungku terlalu tegang.
“Paman, aku ingin tahu, kenapa orang tuaku dibunuh, dan siapa pembunuhnya?” suaraku sangat lesu.
“Aku juga tidak tahu, Riz. Jika aku tahu siapa pembunuhnya, aku tak akan tinggal diam.” Jawab paman dengan wajahnya yang sedih. Wajahnya mengingatkanku dengan ayah. Parasnya terlihat sangat mirip.
“Ya, begitu pula aku. Aku harus membunuhnya. Itu janjiku, Paman.”
Wajah paman hanya merunduk, memandang nasi gorengnya yang telah ia buka. Wajahnya tampak memikirkan sesuatu yang rumit, dan ia berpaling dari pandangannya semula untuk melihat wajahku. Ia tersenyum ramah. Benar-benar mengingatkanku akan senyuman ayah.
“Jadi, apa kau bisa untuk mengikhlaskan semuanya?” nada bicaranya terdengar sangat hati-hati.
“Tidak. Aku harus tahu siapa pembunuh kedua orang tuaku.”
“Setidaknya kau bisa lebih fokus dengan pelajaran-pelajaran sekolahmu. Biarkan polisi dan detektif yang mengungkap semuanya.”
Aku tak menanggapi pernyataan itu. Kuberanjak dari sofa ini, dan mencoba untuk menggeliat, meregangkan otot-ototku, lalu berjalan meninggalkannya ke arah tangga menuju lantai dua, untuk pergi tidur.
“Selamat malam.” Katanya, saat langkah pertamaku di anak tangga terkecil.
“Terima kasih atas makan malam itu.”
***
Malam ini, seorang pria yang sepertinya kukenal, berjalan disuatu koridor dengan sangat hati-hati. Lampu menyala redup, hampir mustahil untuk menyinari wajahnya. Suara gemuruh petir terdengar keras memenuhi ruangan rumah. Aku hanya memandangnya tanpa merubah langkah sedikit pun, di balik pintu cokelat tua ini.
Ia menaiki tangga dengan sangat hati-hati dan berusaha untuk memelankan suara decitan sepatu botnya yang basah, karena hujan di luar. Pintu depan terbuka lebar, dengan jejak air hujan yang membasahi lantai, hingga sepatu bot pria itu.
Ia mengenakan jas hujan dan tudung untuk kepalanya. Luncuran air mengucur, membasahi lantai, melewati lekukan-lekukan jas itu. Saat setengah bagian ia menaiki tangga, ia menolehkan wajahnya ke arah belakang. Sepertinya ia memandangiku dengan sorot mata tajamnya. Aku hanya diam, tak berkutik. Tatapan itu membuatku membeku dan degupan jantungku...
Chaedar-R is offline  
Reply With Quote
Old 3 January 2012, 08:26 AM   #2
Chaedar-R
Junior Member
 
Bergabung: Jan 2012
Posts: 5
Chaedar-R is on a distinguished road
Default

Tatapan itu membuatku membeku dan degupan jantungku terdengar keras sekarang.
Tak tahu mengapa, ternyata ia tak melihatku di balik pintu cokelat, pintu kamar mandi lantai satu ini. Ia melanjutkan langkahnya menuju lantai dua, dengan berpegangan erat pada birai tangga itu.
Aku mencoba untuk menyadarkan diri, berusaha menormalkan kembali nafasku yang terasa pendek ini. Dengan keberanian yang tak kunjung datang, aku melangkah pelan, menuju tangga itu dan menaiki setiap anak tangganya dengan sangat hati-hati. Pandanganku selalu tertuju ke atas. Menimbang-nimbang, apakah ia akan membuat kejutan, saat aku sampai di ujung sana.
Suara adu mulut terdengar di ujung tangga teratas. Samar-samar, suara itu membahas tentang adikku. Aku tak tahu pasti, tetapi itu seperti suara ayah dan ibu. Apa yang sedang terjadi?
Tanpa berpikir terlalu lama, aku langsung berlari, menuju sumber suara itu. Tak kusangka, suaranya berasal dari kamarku. Pintu kayu hitam itu tertutup rapat. Aku hanya mencoba untuk mendengarkan semuanya dari balik pintu ini. Rasa takut mulai menjalari tubuhku. Entah mengapa.
“Sialaaaan!!!!” tiba-tiba ibu berteriak dan suaranya berubah menjadi parau. Seperti menahan sesuatu.
“Kau gilaaa!!!!” suara ayah terdengar sangat marah dan ia memaki seseorang. Namun suaranya hilang begitu saja, tertahan di kerongkongan dan terdengar sangat parau.
Hanya suara petir dan deru hujan di luar rumah yang kudengar sekarang. Semuanya terasa berjalan lambat. Setiap detik berlalu sangat lama, mungkin terlalu lama. Aku hanya memandang jendela di dinding seberang, yang tirainya terus-menerus membuka karena angin malam yang terasa kencang.
Dengan helaan nafas, kucoba untuk mengumpulkan seluruh keberanianku, dan membuka pintu kamar ini dengan cepat. Rasanya benar-benar aneh. Semuanya terasa diam dan sangat sepi. Pandanganku tertuju pada tergeletaknya kedua orang tuaku, dan seorang pria berpakaian jas hujan yang wajahnya bisa dengan jelas kukenali sekarang.
Ayah dan ibuku tergeletak di lantai, dengan sisa nafasnya. Mereka menahan rasa sakit yang tak bisa kurasakan saat ini. Cairan merah kental keluar dari perut mereka, dan membasahi lantai berwarna putih itu.
Wajah paman terlihat dingin, dan ia hanya melirikku tajam. Ia berlari melewatiku. Aku hanya melihat kedua orang yang kusayangi, tergeletak dengan darah yang keluar dari tubuh mereka. Aku melangkah pelan dan berlutut di samping mereka.
Tubuhku terasa sangat lemas, dan aku terjatuh di samping tangan ibuku yang menempel di lantai. Pandanganku sangat samar. Kuraih tangan lembut itu dan menciumnya dengan sedih. Aku tak mengerti, semuanya berjalan sangat cepat sekarang, dan pandanganku tertuju pada jendela kamar yang menampakkan cahaya terang matahari. Itu membuatku sedikit menyipitkan mata, saat cahayanya menembus kaca berbingkai kayu hitam yang tirainya tersingkap.
“Rizky!!”
Seseorang berdiri di depan pintu kamar, sambil memandangiku. Paman? Aku memandangnya dengan pandangan buram, yang tak lama kemudian terlihat pulih dan semakin jelas. Ia tersenyum ramah kepadaku. Senyuman itu sangat ramah, hampir membuatku merasa iba kepadanya.
“Kau tidur di lantai?”
Aku hanya diam, mencoba untuk bangkit dari tidurku. Aku merangkak, lalu duduk bersila, sambil menyandarkan diri di dinding yang terasa dingin ini. Sebuah kalimat tak bisa terluncur dari mulutku.
“Sampai kapan kau membolos sekolah?”
“Sampai aku tahu siapa pembunuh kedua orang tuaku!”
Ia hanya menarik nafas, dan tersenyum ramah. Tetapi, senyuman itu terlihat sinis dan seperti sang pembunuh. Pembunuh berdarah dingin. Aku harus selalu waspada dengan guratan-guratan wajah itu. Semuanya nampak kedok.
“Baiklah, kutunggu kau di ruang makan. Aku telah menyiapkan makanan kesukaanmu.” Ia berbalik dan berlalu begitu saja.
Aku harus lebih berhati-hati akan semua rencananya padaku. Tanpa pikir panjang lagi, aku beranjak dari dudukku, lalu berjalan dengan pelan menuju ke lantai bawah untuk menemui paman di ruang makan.
Ia terlihat sedang menata dua mangkuk putih yang ia letakkan secara berseberangan. Lalu, ia menuangkan sup beraroma menyenangkan yang masih mengepulkan asap. Bau itu sangat lezat. Tetap dengan rasa hati-hati, aku melangkah pelan menuju kursi meja makan itu.
“Silahkan duduk, Rizky.”
Aku duduk di kursi empuk ini, dan memandangnya dengan hati-hati. Apakah ia akan meracuniku karena aku sudah merasa curiga akan sikapnya selama ini?
“Silahkan makan.” Katanya, sambil ia sendiri duduk di kursi yang berada di sisi seberang meja makan berbentuk persegi ini.
“Kenapa hari ini kau terlalu baik padaku?”
“Maksudmu?” ia terlihat sangat bingung, dan ekspresi itu sangat menipu.
“Tak biasanya kau menyiapkan makanan untukku.” Kubuat suaraku menjadi sinis.
“Apa yang kau ucapakan? Aku sudah berusaha untuk melakukan yang terbaik. Aku rela mengambil jam tidurku untuk menyiapkan segalanya. Mengapa kau berkata aneh kali ini?” nadanya sangat marah dan suasana hatinya berubah total.
Aku tetap berjaga-jaga dengan sikapnya yang mungkin akan meledak, dan menusukku dengan pisau buah yang terletak di tengah-tengah meja makan itu. Tatapannya membuatku muak, dan itu semua mulai terlihat normal. Tatapan sang pembunuh yang sudah satu bulan menyembunyikan identitasnya.
“Baiklah, jangan membuat suasana pagi ini menjadi buruk dengan ucapanmu. Silahkan makan sup itu, dan aku akan berangkat ke kantor setelah ini.” Ia terlihat mengendalikan diri.
“Aku tak mau menyantap makanan yang kau buat ini!”
“Kau harus makan!!” ia mulai marah dan menatapku dengan geram.
“Tidak!! Sebelum kau mau mengaku, siapa pembunuh kedua orang tuaku!”
Ia hanya diam dan pandangannya sangat menakutkan kali ini. Ia beranjak dari kursinya, sambil mendorong kursi itu ke belakang dengan keras. Wajahnya mendekati wajahku, dan ia menatap mataku dengan kejam. Tangan kanannya menggenggam erat rahang bawahku, seraya ia berkata, “Kau jangan membuat onar!!”
Aku berusaha memberanikan diri untuk melihat mata hitam yang menakutkan itu. Semua rasa beraniku sudah kukumpulkan. Tetapi, rasanya aku sedikit tak sanggup untuk terus menatap mata kusam itu.
Tiba-tiba saja ia berubah total dan menyesal. Ia melepaskan genggaman tangannya dari rahangku, dan berkata, “Maaf.”
Aku berdiri dari dudukku dan melangkah sedikit mundur. Tatapanku tetap terfokuskan padanya. Aku tak akan melewatkan sedetikpun untuk memandang gerak-geriknya yang mungkin akan mengagetkan.
“Maafkan aku. Aku terlalu lelah dengan pekerjaan di kantor.”
Ia membalikkan tubuh, melangkah ke arah jendela, dan memandangi suasana jalan diluar yang terlihat terang. Bangunan-bangunan di sana seperti memandang dan menjadi saksi bisu antara percakapan kami berdua.
Lalu ia hanya diam, dan diam. Diam itu terasa lama dan tidak menyenangkan. Ia mencoba untuk membuka jendela itu, dan menghela nafas panjang. Pandangannya sekarang seperti tertuju ke arah langit, dan ia mulai berbicara pelan.
“Pembunuh itu gila.”
Aku tetap berdiri dan diam, di samping kursi makan itu. Kucoba untuk mendengarkan ucapan-ucapan yang terdengar seperti alasan tak bermutu. Sekarang, pisau buah itu harus kuamankan. Kuraih pisaunya, lalu menyembunyikannya di balik tubuhku. Aku harus berhati-hati.
“Sekarang, aku ingin bisa hidup tenang. Tenang dari bayangan pembunuh yang ada di dalam pikiranku.”
Dengan cepat aku berlari ke arahnya, lalu menusuk paman saat ia membalikkan tubuhnya ke belakang. Astaga, apa yang aku lakukan? Cairan merah kental keluar dari sela-sela pisau itu. Aku bergidik dan bayangan-bayangan mulai bermunculan di dalam kepalaku.
“Kau anak durhaka!!! Kenapa kau membunuh adikmu!!!” itu terdengar seperti suara perempuan.
“Dia telah menghancurkan proyek kerjaku!!”
“Sialaaaan!!!!” ibu berteriak dan suaranya terdengar parau.
“Kau gilaaa!!!!” ayah sangat marah dan sebuah pisau telah tertancap di tubuh mereka.
Darah mengalir deras dari perut mereka. Jantungku berdegup hebat. Aku tak menyadari betapa berdosanya diriku selama ini. Kupandangi sang pembunuh dari pantulan cermin itu.
Chaedar-R is offline  
Reply With Quote
Old 3 January 2012, 08:13 PM   #3
arinadh
Senior Member
 
arinadh's Avatar
 
Bergabung: Oct 2011
Location: Somewhere in Jawa Barat
Posts: 646
arinadh is on a distinguished road
Send a message via Yahoo to arinadh
Default

Wow bagus banget.Sekali lagi Wowowowowowowowow Baguuuuuuus banget.Anak FFN ya? hayoo?!.Masih ada lanjutannya kan? ini bagus banget lho.Beneran,suer!.
Kejadian yang ada dicerita ini mengingatkanku pada satu karakter anime yang aku buat jadi avatar ini.Ya walaupun ceritanya beda jauh,tapi hampir2 mirip lah.
buat terus ya,ganbatte kudasai! ^ ^
__________________
I to anything

Visit my blog: Study Aid Indonesia
arinadh is offline  
Reply With Quote
Old 5 January 2012, 01:11 PM   #4
Chaedar-R
Junior Member
 
Bergabung: Jan 2012
Posts: 5
Chaedar-R is on a distinguished road
Default

maaf sblumnya, FFN itu apa ya?

memang beneran bagus?
Alhamdulillah..

ini mbak atw mas ya?
aku pingin jadi novelis, jd coba2 nulis cerpen dlu. mungkin saja ada yang mau beri kritik dan saran di sekolah.org, ini..

terima kasih sebelumnya ya?
Chaedar-R is offline  
Reply With Quote
Old 6 January 2012, 05:48 PM   #5
arinadh
Senior Member
 
arinadh's Avatar
 
Bergabung: Oct 2011
Location: Somewhere in Jawa Barat
Posts: 646
arinadh is on a distinguished road
Send a message via Yahoo to arinadh
Default

0oo0 kirain...
FFN itu hmm semacam lihat INI saja.Aku bukan Mbak atau Mas.Aku Arina.
Aku do'ain semoga cita-citanya kecapai.Amiin.
__________________
I to anything

Visit my blog: Study Aid Indonesia
arinadh is offline  
Reply With Quote
Old 10 January 2012, 12:06 AM   #6
Yhou-Zhuf Shayyid
Member
 
Bergabung: Jan 2012
Location: Banjarnegara
Posts: 68
Yhou-Zhuf Shayyid is on a distinguished road
Default

amin, nanti kalau cita citamu sudah tercapai, semoga bisa kubeli dan kubaca.. hehe
Yhou-Zhuf Shayyid is offline  
Reply With Quote
Reply silakan bergabung untuk ikut diskusi :-)



Similar Threads
Thread Thread Starter Forum Replies Post Terakhir
Galaksi "Monster" Bayangi Gerhana Bulan Malam ini !!! Chery Moon Site News & Feedback 12 13 April 2013 02:17 PM
CERBUNG "Inov Waktu Itu" Chery Moon Sastra 13 9 May 2012 04:26 PM
cerpen nih "KAU !!!! Banguun !!" Chery Moon Sastra 16 1 January 2012 10:22 PM
"Sayang kamu" intan susanto Sastra 10 27 April 2011 03:07 PM
rugi g komen "dalam Satu Hari" eLmouzai Sastra 0 6 February 2011 11:42 PM


Zona waktu GMT +7. Waktu saat ini adalah 12:49 PM.


Powered by vBulletin®
Copyright © Jelsoft Enterprises Ltd.